Postingan

Songfict #Ajarkan aku

 "Hai, Yas! Apa kabar?" Sapaan ramah datang dari wanita berhijab mauve yang tengah menggendong seorang bayi. Aku balas tersenyum, mengatakan kabarku, sebelum akhirnya tatapanku jatuh pada wajah damai si kecil yang tampak lelap dalam dekapan Mauryn. "Siapa namanya?" lirihku seraya mengelus lembut pipi gembilnya dengan ujung telunjuk. Hati-hati aku melakukannya sebab tak ingin mengganggu mimpi indah anaknya teman baikku ini. "Aku Kevano, Tante. Anak pertama Mama Mauryn dan Ayah Tirta," balasnya dengan suara anak kecil yang terdengar menggelikan di telingaku. Sontak aku dan Mauryn kompak tertawa. Mungkin menyadari tingkah konyol kami yang jauh dari kata dewasa. Aku mengusap sudut mataku yang basah akibat rasa haru yang tiba-tiba menyeruak. Jika saja laki-laki itu tidak pergi, mungkin sekarang aku juga punya makhluk kecil seperti Mauryn. Ya ampun rasanya aku ingin tertawa. Menertawakan kebodohanku yang bisa-bisanya masih berharap pada orang seperti dia. Orang ...

Songfict #Melawan Restu

~ Restunya tak berpihak pada kita ... "Bim, aku mohon sama kamu. Please, perjuangin aku. Bantu aku yakinin orang tuaku," pintaku disela isakan. Kugenggam erat kedua tangan Bima yang hangat. Mencoba menghentikan niatannya yang akan melepaskanku pergi. Dia ingin kami segera mengakhiri hubungan ini. "Aku nyerah, Salma. Udah dua tahun dan orang tua kamu masih nggak restuin hubungan kita." Bima menarik lamat-lamat tangannya dari genggamanku. Setelahnya ia bangkit, membuatku mendongak untuk dapat bertatapan langsung dengan netranya.  "Percaya sama aku, Bim. Lama-kelamaan orang tuaku juga bakal setuju. Tugas kita cuma berju—" "Berjuang? Mau sampai kapan, Salma?" potongnya cepat. Bima memalingkan wajahnya ke samping, menghindari kontak mata denganku. "Titip salam buat Ayah Ibu. Aku pamit," lanjutnya. Tak pernah kusangka kalimat cupu itu keluar dari bibir tipisnya. Bima yang kutahu pantang menyerah. Bima yang tak pernah mengeluh tentang beban ya...

Songfict #Terlanjur Mencinta

 "Nu, gue boleh egois 'kan?" Pemuda yang akrab disapa Banu itu lantas menoleh ke arah Kara yang tampak tenang di sampingnya. Wajah ayu Kara yang tak terbaca membuat perasaan Banu kian was-was. Meski baru setahun berteman akrab, Banu cukup hafal dengan tingkah laku Karanaya ketika dirundung banyak pikiran. Gadis itu akan banyak diam sambil melamunkan sesuatu yang mengusik ketenangannya. Pertanyaan random seperti ini bukan kali pertama yang Banu dengar. Dan biasanya Kara mendadak mengambil keputusan sepihak, lalu benar-benar mengikuti naluri hatinya. Meski terkadang keputusannya kontra dengan orang-orang sekitar. Banu berusaha tampak biasa saja. Ia menampilkan raut yang tak kalah tenangnya di depan Kara. Seolah sama sekali tidak terganggu dengan pertanyaan tersebut. Padahal sejujurnya ia merasa takut dengan apa yang akan keluar dari mulut teman satu mejanya itu. "Maksudnya?" Banu memilih bertanya balik. Kemudian laki-laki jangkung itu kembali meneruskan kegiatanny...