Songfict #Melawan Restu

~ Restunya tak berpihak pada kita ...


"Bim, aku mohon sama kamu. Please, perjuangin aku. Bantu aku yakinin orang tuaku," pintaku disela isakan.


Kugenggam erat kedua tangan Bima yang hangat. Mencoba menghentikan niatannya yang akan melepaskanku pergi. Dia ingin kami segera mengakhiri hubungan ini.


"Aku nyerah, Salma. Udah dua tahun dan orang tua kamu masih nggak restuin hubungan kita." Bima menarik lamat-lamat tangannya dari genggamanku. Setelahnya ia bangkit, membuatku mendongak untuk dapat bertatapan langsung dengan netranya. 


"Percaya sama aku, Bim. Lama-kelamaan orang tuaku juga bakal setuju. Tugas kita cuma berju—"


"Berjuang? Mau sampai kapan, Salma?" potongnya cepat. Bima memalingkan wajahnya ke samping, menghindari kontak mata denganku. "Titip salam buat Ayah Ibu. Aku pamit," lanjutnya.


Tak pernah kusangka kalimat cupu itu keluar dari bibir tipisnya. Bima yang kutahu pantang menyerah. Bima yang tak pernah mengeluh tentang beban yang dipikulnya. Bima, laki-laki yang kuharap bisa meluluhkan hati Ayah dan Ibu itu nyatanya melepaskanku.


Aku menunduk dalam seraya menyembunyikan isakku menggunakan kedua telapak tangan. Kugigit bibir bawahku kuat-kuat sebagai upaya meredam sesak yang menghimpit dadaku. Khawatir didengar Ayah dan Ibu sebab kami hanya dibatasi oleh dinding.


Mendungnya langit malam menjadi saksi pertengkaran kami akibat restu dari kedua orang tuaku. Entah apa yang salah dari Bima sehingga hubungan kami berdua tak kunjung mendapat lampu hijau dari Ayah Ibuku.


Dua orang yang paling kuhormati itu bersikeras menginginkan perpisahan kami. Padahal sekalipun Bima tak pernah memperlakukanku dengan buruk.


~ Mungkinkah aku meminta ...


~ Kisah kita selamanya ...


Perlahan kuturunkan tangan yang menutupi wajahku, beralih menatap Bima yang bergeming tanpa suara.


Dia balas memandangku dengan wajah yang lebih tenang. Bahkan sekilas kulihat dia menyunggingkan senyum tipis seraya berjalan menjauh.


"Bima ...."


Kilat menyambar disusul suara gemuruh yang menggelegar. Bima terus melangkah menuju kuda besinya, menerobos rintik-rintik hujan yang tiba-tiba turun dengan derasnya.


"Kamu bilang kita bakal selalu sama-sama! Kamu janji nggak akan ninggalin aku! Bima! Kenapa kamu nggak tepatin itu?!" raungku, bersahutan dengan suara gemercik air hujan. Kuremas ujung sweater pemberiannya ini, melampiaskan rasa kesal sekaligus kecewaku padanya.


Laki-laki itu tak mempedulikanku. Bima membiarkan tubuhnya basah kuyup di bawah hujan sembari bergerak menunggangi motornya. Kemudian tanpa menoleh lagi, dia tancap gas meninggalkan halaman rumahku.


Dia pergi.


Bima benar-benar pergi dengan sejuta janji yang belum sempat ia tepati.


~ Tak terlintas dalam benakku ...


~ Bila hariku tanpamu ...


"Bima!" teriakku kencang. Tak kupedulikan reaksi Ayah dan Ibu kalau sampai tahu anaknya menangis hanya karena seorang pengecut seperti Bima.


"Jangan tinggalin aku!"


Dan bodohnya aku malah mencintai pengecut sepertinya. 


Meski berat, kupaksa tubuhku berdiri. Secepat kilat aku berlari masuk ke dalam rumah. Ayah dan Ibu yang mengadang jalanku dengan pertanyaan ini dan itu pun tak kuhiraukan. Fokusku sekarang adalah memasuki kamar dan menguncinya rapat-rapat.


Sesampainya di tempat ternyaman itu, aku segera melompat ke atas kasur. Kuambil selimut lalu menggigitnya kuat-kuat. Bayangan peristiwa-peristiwa manis kami di dua tahun terakhir ini kembali berputar dalam kepalaku layaknya sebuah trailer film bioskop.


"Kamu makannya berantakan kayak anak kecil."


"Sengaja, biar kamunya marah. Hahaha."


"Mana tega aku marah sama anak kecil."


"Maksud kamu, aku anak kecil?"


"Tuh, 'kan ngambek kayak anak kecil. Wuuu ... dasar, Salma bocil!"


Isakku sudah berhenti, meninggalkan bekas perih di kedua netra akibat menangis terlalu lama. Pikiranku masih betah bernostalgia. Mengingat berbagai kejadian indah sebelum hubungan kami terhalang restu orang tua.


"Gimana hari-hariku tanpa kamu, Bim?" gumamku parau seiring dengan rasa kantuk yang menyerang. Lelah tubuh, lelah pikiran, lelah hati, membuatku menutup mata lebih cepat dari jam tidurku biasanya.


~ S'gala cara t'lah kucoba ...


~ Pertahankan cinta kita ...


Suara ketukan pada pintu kamarku terdengar mengusik ketenangan. Selanjutnya suara Ayah beserta Ibu turut serta memanggili namaku dari luar sana.


Walau kecewa, tak urung juga aku membuka mata. Perlahan-lahan aku bangkit, melangkah menuju pintu untuk membukanya.


"Salma!" Ibu, wanita yang telah menggadaikan nyawanya untuk kehidupanku itu sontak mendekapku erat ketika melihat wajahku yang pucat pasi dengan bengkak pada kedua mata.


Hangat pelukannya mampu mencairkan hatiku yang beku. Lelehannya sampai pada pipi dua perempuan beda generasi ini.


"Apa nggak bisa Ibu sama Ayah restuin kami berdua?" tanyaku lirih. Pelukan Ibu terurai. Kugunakan kesempatan itu untuk menatap dua orang yang paling kusayangi.


Posisi kami masih berdiri di ambang pintu kamarku. Ayah bersedekap, sedang di sebelahnya ada Ibu dengan raut wajah yang tak terbaca.


"Untuk apa seorang sarjana seperti kamu berhubungan dengan seorang satpam? Salma, ini semua juga demi kebaikan kamu." Ayah menegaskan. Ibu turut mengangguk membenarkan ucapan Ayah.


Kukira orang terpandang seperti Ayah tidak akan merendahkan orang lain hanya karena pekerjaannya. Namun ternyata aku salah. Setelah tinggal bersama selama kurang lebih dua puluh satu tahun, aku masih belum mengenal betul kedua orang di depanku ini.


Memangnya ada yang salah dengan menjadi satpam?


Tak ingin berlama-lama terjebak dalam situasi ini, aku pun segera pamit undur diri.


"Salma belum Isya. Kalo gitu Salma masuk duluan, ya, Yah, Bu." Tak lupa kupamerkan senyum kecil agar mereka percaya aku baik-baik saja.


Usai mendapat anggukan dari keduanya, aku berbalik memasuki kamar. Menunaikan ibadah yang sempat terlupakan karena terlalu fokus pada masalahku dan Bima.


~ S'lalu kutitipkan dalam doaku ...


~ Tapi ku tak mampu melawan restu ...


Di penghujung doa, kuselipkan sebuah pinta agar Bima selalu bahagia. Jikalau pun pada akhirnya kami tidak bersatu, kenangan indah dirinya akan tetap tersimpan rapi di dalam lubuk hatiku.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Songfict #Terlanjur Mencinta

Songfict #Ajarkan aku